SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA - Hari ini, Selasa, 10 Juni 2025, tepat 118 tahun sejak Chairil Anwar, penyair besar Indonesia, lahir di Medan, Sumatera Utara.
Sosok yang dijuluki “Si Binatang Jalang” ini dikenal sebagai pelopor Angkatan ’45 dan dianggap sebagai tokoh penting dalam perkembangan sastra modern Indonesia.
Chairil Anwar lahir pada 10 Juni 1907 dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ia tumbuh di tengah keluarga berpendidikan.
Ayahnya merupakan seorang pejabat pemerintah, sementara ibunya dikenal aktif dalam organisasi perempuan.
Nama Chairil melambung lewat puisi-puisinya yang mengusung semangat pemberontakan, eksistensialisme, dan nasionalisme.
Karya-karyanya dianggap melampaui zamannya—penuh daya ledak dan keberanian dalam bentuk maupun isi.
Salah satu puisi paling terkenal karya Chairil berjudul “Aku” yang ditulis pada 1943. Kutipan puisinya yang melegenda, “Aku ini binatang jalang / dari kumpulannya terbuang”, mencerminkan jiwa pemberontak dan semangat individualismenya yang kuat.
Chairil juga menulis puisi-puisi bertema kematian, cinta, perjuangan, hingga filsafat hidup.
Selama hidupnya yang singkat—Chairil wafat pada usia 26 tahun, 28 April 1949—ia telah menulis lebih dari 70 puisi, termasuk beberapa terjemahan dari penyair asing seperti Rainer Maria Rilke dan Archibald MacLeish.
Gaya puisinya yang lugas, bebas, dan tidak terikat pada aturan lama memberi warna baru dalam dunia sastra Indonesia.
Ia menjadi simbol peralihan dari sastra konvensional ke bentuk ekspresi yang lebih personal dan kontemporer.
Sastrawan dan kritikus kerap menyebut Chairil sebagai “bapak puisi modern Indonesia”. Meski telah lama wafat, karya-karya Chairil Anwar tetap hidup dan terus dipelajari di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, hingga ruang diskusi sastra.
Sebagai bentuk penghormatan, setiap 28 April diperingati sebagai Hari Chairil Anwar, dan sejumlah taman serta jalan di berbagai kota di Indonesia menggunakan namanya.
Hari ini, mengenang kelahiran Chairil Anwar bukan sekadar mengingat sosok penyair, tetapi juga menengok kembali semangat kemerdekaan, kegelisahan intelektual, dan keberanian menyuarakan isi hati lewat puisi.
Editor : Muhammad Robby