SUARAMILENIAL.ID, BANJARMASIN — Kinerja ekonomi Kalimantan Selatan (Kalsel) kembali menunjukkan ketahanan yang solid di tengah tantangan fiskal nasional. Dalam kegiatan Assets Liabilities Committee (ALCo) yang digelar oleh Kementerian Keuangan Satu Kalimantan Selatan di Aula Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Kalimantan Selatan, jajaran Kemenkeu memaparkan capaian ekonomi dan fiskal daerah hingga triwulan III 2025.
Acara rutin bulanan ini dihadiri oleh pimpinan unit Eselon I Kemenkeu Satu Kalsel, para local expert, serta awak media di Banjarmasin.
Ekonomi Kalsel Masih Tumbuh Lebih Cepat dari Nasional
Kinerja ekonomi Kalsel tercatat tumbuh 5,39% (yoy) pada Triwulan II 2025 — melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di 5,12% (yoy). Angka ini menjadikan Kalsel sebagai salah satu penyumbang terbesar perekonomian di wilayah Kalimantan, dengan kontribusi 15,96% terhadap total PDRB regional.
Pertumbuhan kuat ini ditopang oleh sektor industri pengolahan yang tumbuh pesat 17,75%, sementara sektor pertambangan masih menjadi tulang punggung ekonomi daerah dengan pangsa 27,05%. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tetap menjadi mesin utama pertumbuhan, naik 5,51% dan berkontribusi 44,03% terhadap PDRB.
Kabar baiknya, stabilitas harga di Kalsel juga terjaga. Inflasi tercatat -0,29% (mtm) atau 2,91% (yoy) — lebih rendah dari inflasi nasional. Beberapa komoditas yang membantu menahan inflasi di antaranya bawang merah, daging ayam ras, dan ikan gabus.
APBN Kalsel: Belanja Meningkat, Penerimaan Tertekan
Dari sisi fiskal, realisasi belanja negara di Kalimantan Selatan hingga 30 September 2025 mencapai Rp30,08 triliun atau 72,58% dari pagu, tumbuh 8,59% (yoy). Lonjakan terbesar datang dari Transfer ke Daerah (TKD) yang tumbuh 15,16% (yoy) dan menyumbang 80,81% atau Rp24,31 triliun dari total belanja.
Namun, di sisi lain, penerimaan negara masih menghadapi tekanan. Total penerimaan hanya mencapai Rp9,8 triliun atau 44,44% dari target, turun 20,31% (yoy). Kondisi ini dipicu kontraksi tajam pada penerimaan perpajakan, yang berimbas pada defisit anggaran daerah sebesar Rp20,28 triliun.
Penerimaan Pajak Masih Bergantung Batu Bara
Kepala Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah, Syamsinar, menjelaskan bahwa penerimaan pajak hingga akhir September 2025 mencapai Rp7,79 triliun atau 38,26% dari target, namun mengalami kontraksi 34,18% (yoy).
“Penerimaan pajak di Kalsel masih sangat bergantung pada harga batu bara, yang hingga kini belum menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun lalu,” ujar Syamsinar.
Ia menambahkan, peningkatan restitusi dari wajib pajak sektor pertambangan juga ikut menekan penerimaan.
Rincian penerimaan pajak:
• PPh Non Migas: Rp5,26 triliun (turun 16,74%)
• PBB: Rp229,66 miliar (turun 48,23%) karena jatuh tempo pembayaran yang mundur
• PPN: Rp1,74 triliun (turun 65,68%) akibat lonjakan restitusi
• Pajak Lainnya: Rp562,87 miliar (melonjak 11.724,85%)
Coretax Siap Diterapkan Awal 2026, Wajib Pajak Diminta Segera Aktivasi
Syamsinar juga mengingatkan bahwa pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2025 akan dilakukan melalui Coretax mulai awal tahun 2026.
“Wajib Pajak harus sudah aktivasi akun Coretax dan registrasi Kode Otorisasi DJP terlebih dahulu. Tanpa dua langkah ini, pelaporan SPT tidak bisa dilakukan,” tegasnya.
Hingga saat ini, baru 25% Wajib Pajak Orang Pribadi di Kalsel yang telah mengaktifkan akun Coretax. Sisanya — sekitar 75% — belum melakukan aktivasi.
“Kami berharap bantuan dari rekan media untuk terus mengingatkan masyarakat agar segera aktivasi Coretax, supaya di tahun 2026 nanti semua bisa lapor SPT tepat waktu,” tutup Syamsinar.
