SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA — Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Tri Taruna Fariadi, sempat melakukan perlawanan dengan menabrak petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat berupaya melarikan diri dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membenarkan peristiwa tersebut. Ia menyebut tindakan melarikan diri dan perlawanan itu berdasarkan laporan langsung petugas di lapangan.
“Benar, sesuai laporan dari petugas kami yang melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan, terduga melakukan perlawanan dan melarikan diri,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12) pagi.
OTT KPK tersebut berlangsung pada Kamis (18/12). Hingga kini, KPK masih melakukan pencarian terhadap Tri Taruna Fariadi yang belum berhasil diamankan.
KPK pun mengimbau Tri Taruna agar segera menyerahkan diri dan mengikuti proses hukum. Jika tidak, lembaga antirasuah tersebut akan menetapkan yang bersangkutan dalam daftar pencarian orang (DPO).
“Apabila upaya pencarian yang sedang kami lakukan tidak membuahkan hasil, tentu akan kami terbitkan daftar pencarian orang,” kata Asep.
Dalam upaya pencarian, KPK juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan serta menghubungi pihak keluarga Tri Taruna Fariadi.
“Kami juga akan berkoordinasi dengan keluarganya, karena biasanya yang bersangkutan bisa menuju kerabat atau orang yang dikenalnya,” imbuhnya.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU Asis Budianto sebagai tersangka dugaan pemerasan. Keduanya telah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK selama 20 hari pertama, terhitung sejak 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.
Albertinus diduga menerima aliran dana sedikitnya Rp804 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara, termasuk Asis Budianto, Tri Taruna Fariadi, serta pihak lain. Uang tersebut diduga berasal dari pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), serta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Sementara itu, Asis Budianto diduga menerima aliran dana sebesar Rp63,2 juta pada periode Februari hingga Desember 2025.
Adapun Tri Taruna Fariadi tidak hanya diduga berperan sebagai perantara, tetapi juga disebut menerima aliran dana dengan nilai mencapai Rp1,07 miliar.
Para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.
Sumber : CNN Indonesia
