Singgung Bahasa Banjar, BRIN: Bahasa Daerah Indonesia Kian Merosot

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membeberkan bahasa daerah di Indonesia terus merosot dari waktu ke waktu. Foto-Dok BRIN

SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membeberkan bahasa daerah di Indonesia terus merosot dari waktu ke waktu. 

Upaya pelestarian harus terus digalakkan guna mempertahankan kekayaan budaya dalam negeri.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahasa daerah, tercatat 726 bahasa yang masih digunakan hingga saat ini. 

Namun, banyak di antaranya mengalami kemunduran akibat berbagai faktor seperti pemekaran wilayah, migrasi penduduk dan dominasi bahasa mayoritas.

Menyoroti fenomena ini, peneliti BRIN menekankan pentingnya konservasi dan revitalisasi bahasa daerah agar tidak mengalami kepunahan. 

Itu disampaikan dalam The 2nd International Conference on Language and Literature Preservation (ICLLP 2025), pada Kamis (20/02), di BRIN Gatot Subroto, Jakarta. 

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra (PR PBS) BRIN berkolaborasi dengan Suluh Insan Lestari dan Summer Institute of Linguistics (SIL International).

Zainal Abidin, peneliti PR PBS BRIN, menyampaikan hasil risetnya tentang pergeseran bahasa pada komunitas Duanu di Riau, khususnya di Kecamatan Kateman.

Suku Duanu, dituturkannya, yang awalnya merupakan komunitas suku laut, mengalami perubahan sosial dan budaya setelah mereka dipindahkan ke pemukiman tetap akibat kebijakan pemekaran wilayah.

"Akibat perubahan ini, mereka beradaptasi dengan kehidupan di darat dan berinteraksi dengan kelompok masyarakat lain yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa utama. Akibatnya, penggunaan bahasa Duanu semakin berkurang, karena masyarakat lebih memilih menggunakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari," tuturnya dikutip dari laman BRIN, Senin (24/2).

Penelitian yang dilakukan menunjukkan vitalitas bahasa Duanu saat ini berada dalam kondisi terancam, dengan indeks keberlanjutan sebesar 0,35.

Beberapa indikator seperti jumlah penutur, dominasi bahasa, sikap masyarakat terhadap bahasa daerah, dan dokumentasi menunjukkan adanya kemunduran signifikan.

Salah satu faktor utama yang mempercepat pergeseran ini adalah anggapan bahwa menggunakan bahasa Duanu dapat menimbulkan stigma sosial sehingga masyarakat cenderung mengajarkan bahasa Melayu kepada generasi muda.

"Selain itu, preferensi para orang tua untuk menggunakan bahasa Indonesia adalah agar dapat memperoleh pendidikan yang tinggi dan layak. Oleh karena itu, diperlukan upaya konkret dalam merevitalisasi bahasa Duanu agar tidak semakin tergerus oleh zaman," ujarnya.

Baca Juga:

Festival Teater Berbahasa Banjar Sukses, BBPKS Ingin Lindungi Bahasa Daerah!

Sementara itu, Rissari Yayuk, Peneliti PR PBS BRIN mengkaji peran leksikon peralatan dapur dalam peribahasa Banjar.

"Peribahasa Banjar yang mengandung kearifan lokal dan filosofi hidup kini semakin jarang digunakan, terutama oleh generasi muda. Kajian ini menunjukkan bahwa terdapat 23 leksikon peralatan dapur yang digunakan dalam 40 peribahasa Banjar, yang menggambarkan kondisi sosial, karakter manusia, dan kehidupan sehari-hari," ujarnya penuh semangat.

Karena perubahan pola komunikasi dan modernisasi, penggunaan peribahasa ini semakin berkurang dan dikhawatirkan akan hilang dalam beberapa generasi mendatang, jika tidak dilakukan upaya pelestarian.

"Leksikon peralatan dapur berperan sebagai pembentuk makna metafora dalam peribahasa Banjar yang disesuaikan dengan representasi pengetahuan masyarakat Banjar," sambungnya.

Dalam bidang linguistik deskriptif, Deni Karsana, Peneliti PR PBS BRIN meneliti struktur frasa dalam bahasa Lauje, sebuah bahasa yang masih minim dokumentasi.

"Melalui pendekatan analisis sintaksis dan semantik, penelitian ini mengidentifikasi pola tata bahasa dan hubungan antarkata dalam bahasa Lauje. Studi ini menemukan adanya pola frasa endosentris dan eksosentris yang membentuk struktur kalimat bahasa Lauje, dengan klasifikasi berdasarkan jenis kata, seperti nomina, verba, adjektiva, dan numeralia," ungkapnya.

Kajian ini menjadi langkah awal dalam memahami bahasa Lauje lebih mendalam serta menyediakan dasar bagi penelitian lanjutan untuk dokumentasi dan konservasi bahasa tersebut.

Dari berbagai penelitian ini, tampak jelas bahwa tantangan dalam konservasi bahasa daerah tidak hanya berkaitan dengan aspek linguistik, tetapi juga faktor sosial, ekonomi, dan budaya. 

Dominasi bahasa mayoritas, stigma sosial terhadap bahasa daerah, serta kurangnya dokumentasi menjadi faktor utama yang mempercepat kemunduran berbagai bahasa daerah di Indonesia.

Oleh karena itu, dibutuhkan strategi yang komprehensif, termasuk revitalisasi bahasa melalui pendidikan, dokumentasi yang sistematis, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mempertahankan bahasa daerah sebagai identitas budaya.

Para periset ini menegaskan bahwa tanpa upaya serius dari berbagai pihak, bahasa daerah yang saat ini terancam punah dapat benar-benar hilang dalam beberapa dekade mendatang. 

Menurutnya, pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu bekerja sama dalam menyusun kebijakan pelestarian bahasa yang efektif.

Termasuk juga, integrasi bahasa daerah dalam kurikulum pendidikan, pengembangan media berbahasa daerah, serta pendokumentasian bahasa melalui penelitian linguistik yang lebih luas.

Dengan demikian, bahasa daerah di Indonesia dapat tetap lestari dan menjadi bagian dari kekayaan budaya yang terus diwariskan kepada generasi mendatang.

Sumber : Detikcom

Lebih baru Lebih lama