![]() |
Komisi III DPRD Kalimantan Selatan serius menanggapi keluhan warga soal aktivitas tambang PT Merge Mining Industri (MMI) di Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar. Foto-Dok DPRD Kalsel |
SUARAMILENIAL.ID, MARTAPURA – Komisi III DPRD Kalimantan Selatan serius menanggapi keluhan warga soal aktivitas tambang PT Merge Mining Industri (MMI) di Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar.
Kamis (8/5) pagi, mereka turun langsung ke lokasi buat investigasi.
Dipimpin Ketua Komisi III, Mustaqimah—yang akrab disapa Kimmi—tim tiba sekitar pukul 11.15 WITA.
Jaraknya cukup jauh, sekitar 113 kilometer dari kantor DPRD Kalsel.
Tim ini nggak main-main. Ada perwakilan dari ESDM, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, sampai jurnalis dari Press Room DPRD Kalsel yang ikut menyertai.
Kehadiran mereka disambut puluhan warga yang udah lama resah karena dampak tambang. Bersama aktivis lingkungan, warga menyuarakan keresahan mereka: air tercemar, udara penuh debu, ISPA meningkat, rumah retak-retak, sampai suara bising yang mengganggu aktivitas harian.
Kimmi menegaskan bahwa Komisi III datang buat jadi penengah. “Kita mau lihat langsung kondisi di lapangan. Karena itu kita bawa tim teknis juga buat ambil sampel air, ukur kebisingan, dan cek semuanya berbasis data,” ucapnya ke warga.
Setelah dialog, rombongan menuju area tambang yang dijaga ketat. Tapi drama sempat terjadi. Semua orang, termasuk jurnalis, harus serahkan KTP dan alat komunikasi sebelum masuk. Hal ini bikin anggota DPRD Mustohir Arifin alias H. Imus geram.
“Ini berlebihan. Wartawan juga punya tugas,” tegasnya. Gara-gara aturan ketat itu, beberapa jurnalis memilih nggak ikut masuk ke area tambang.
Pihak perusahaan juga membatasi siapa aja yang boleh masuk ke kantor mereka. Setelah negosiasi alot, cuma dua anggota dewan dan tiga warga yang diperbolehkan masuk. Tapi warga ogah—mereka pengen semuanya diikutkan atau batal sekalian. Alhasil, pertemuan berlangsung tanpa perwakilan warga.
Pertemuan tertutup itu berlangsung sekitar 1,5 jam. Usai diskusi, Kimmi langsung gerak cepat: tim teknis dari Dinas Lingkungan Hidup diminta ambil sampel air dan pasang alat pengukur kebisingan di titik-titik yang dikeluhkan warga.
Namun, ada yang janggal. Alat berat yang biasanya aktif justru berhenti beroperasi pas hari kunjungan. Warga curiga, pengukuran jadi nggak mencerminkan kondisi aslinya. Menanggapi itu, Kimmi instruksikan alat pengukur tetap dibiarkan terpasang semalaman, ditemani dua warga sebagai saksi.
“Hasil lab dari sampel ini yang nanti jadi dasar buat rapat lanjutan. Kita akan undang lagi perusahaan dan warga,” kata Kimmi.
Ia menekankan, DPRD Kalsel berdiri di tengah. “Investasi penting, tapi kesejahteraan warga sekitar juga nggak bisa dikorbankan,” ujarnya.
Dari pihak perusahaan, mereka mengaku terbuka soal pengambilan sampel dan menyatakan bahwa semua kegiatan tambang mereka sudah sesuai regulasi yang berlaku.
Editor : Muhammad Robby