Tok! MK Diskualifikasi Seluruh Paslon Pilkada Barito Utara Kalteng

Ketua MK Suhartoyo. Foto-ANTARA

SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi dua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Barito Utara karena terbukti melakukan praktik politik uang.

Hal itu termuat dalam putusan perkara nomor: 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dibacakan pada hari ini, Rabu (14/5).

"Mengadili: dalam pokok permohonan: (4). Menyatakan diskualifikasi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 (H. Gogo Purman Jaya, S.Sos., dan Drs. Hendro Nakalelo, M.Si.) dan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 (Akhmad Gunadi Nadalsyah, S.E., B.A., dan Sastra Jaya) dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Rabu (14/5).

MK menyatakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 harus dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Dalam putusan poin ketiga, MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Barito Utara Nomor 821 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 tertanggal 4 Desember 2024 dan Keputusan KPU Kabupaten Barito Utara Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keputusan KPU Kabupaten Barito Utara Nomor 821 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 tertanggal 24 Maret 2025.

MK juga menyatakan batal Keputusan KPU Kabupaten Barito Utara Nomor 472 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 tertanggal 22 September 2024 dan Keputusan KPU Kabupaten Barito Utara Nomor 475 Tahun 2024 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 tertanggal 23 September 2024.

MK memerintahkan KPU Kabupaten Barito Utara untuk melakukan PSU dengan tetap menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang digunakan dalam pemungutan suara tanggal 27 November 2024, serta diikuti oleh pasangan calon baru yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik pengusul atau pengusung pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 tanggal 27 November 2024.

MK memerintahkan pelaksanaan PSU Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 harus sudah dilaksanakan dalam waktu paling lama 90 hari sejak putusan a quo diucapkan dan selanjutnya menetapkan perolehan suara hasil PSU tersebut tanpa melaporkan kepada Mahkamah.

Kemudian MK memerintahkan kepada KPU RI untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan KPU Provinsi Kalimantan Tengah dan KPU Kabupaten Barito Utara dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini.

MK juga memerintahkan kepada Bawaslu RI untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah dan Bawaslu Kabupaten Barito Utara dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini.

"Memerintahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta jajarannya, khususnya Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dan Kepolisian Resor Barito Utara untuk melakukan pengamanan proses Pemungutan Suara Ulang Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 sesuai dengan kewenangannya," ucap hakim MK.

Politik uang

Pemohon yang merupakan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 mendalilkan lawannya melakukan praktik politik uang dalam PSU pada TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru.

Politik uang tersebut dilakukan oleh beberapa koordinator lapangan dari Tim Pemenangan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 dalam tiga tahap.

Tahap pertama pembagian uang sebesar Rp1.000.000 per orang sebagai uang muka awal yang diberikan pada tanggal 26 Desember 2024 bertempat di rumah saudari Hj. Mery Rukaini Ketua DPRD Barito Utara Periode 2019-2024 dan Periode 2024-2029).

Tahap kedua pembagian uang sebesar Rp5.000.000 per orang sebagai uang muka kedua yang diberikan pada tanggal 28 Februari 2025 bertempat di rumah saudara Nadalsyah alias Koyem, rumah saudari Hj. Mery Rukaini, dan rumah saudara H. Jimmy Carter.

Tahap ketiga pembagian uang sebesar Rp10.000.000 per orang mulai tanggal 13 Maret 2025 sampai dengan sebelum pelaksanaan PSU tanggal 22 Maret 2025 bertempat di rumah jalan Simpang Pramuka II dan rumah di jalan Pendreh, Kecamatan Teweh Tengah, rumah saudara Lolok, dan ruko di jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Teweh Tengah.

Termohon yakni KPU Kabupaten Barito Utara dan pihak terkait yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 menolak dalil tersebut.

Sementara itu, menurut MK, memang benar telah terjadi peristiwa penggerebekan praktik politik uang dalam bentuk pembelian suara (vote buying) di rumah yang beralamat di jalan Simpang Pramuka II pada tanggal 14 Maret 2025. Hal ini sebagaimana tergambar dengan jelas dalam bukti rekaman video [vide Bukti P-17c] yang disampaikan oleh pemohon.

Peristiwa tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi Lala Mariska sebagai salah seorang yang terlibat langsung dalam peristiwa tersebut dan bertugas untuk memeriksa barang bawaan calon pemilih yang akan menerima uang guna mengamankan handphone dan alat perekam.

Dalam keterangannya, saksi Lala Mariska menerangkan melihat langsung orang yang keluar dengan membawa uang pecahan Rp100.000 dengan berlabel Rp10.000.000 [vide risalah sidang tanggal 8 Mei 2025, hlm. 69 dan 74].

Terhadap rangkaian bukti dan fakta terkait peristiwa penggerebekan tersebut, MK tidak menemukan ada bukti atau fakta lain yang membuktikan sebaliknya akan kebenaran peristiwa pembelian suara yang terjadi.

Terlebih, terhadap peristiwa tersebut telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), yaitu Putusan Pengadilan Negeri Muara Teweh Nomor 38/Pid.Sus/2025/PN Mtw, tertanggal 21 April 2025 dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana menerima pemberian uang untuk memilih calon tertentu dan menjatuhkan pidana penjara selama 5 bulan dan denda Rp200 juta subsider satu bulan [vide Bukti P-43 = Bukti PK.24.3-20];

Serta Putusan Nomor 39/Pid.Sus/2025/PN Mtw, bertanggal 21 April 2025 dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana memberikan uang sebagai imbalan untuk memengaruhi pemilih untuk memilih calon tertentu [vide Bukti P-21 = Bukti PT-80 = Bukti PK.24.3-19].

Lalu Putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya Nomor 131/PID.SUS/2025/PT PLK, bertanggal 5 Mei 2025 dengan amar putusan yang pada pokoknya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Muara Teweh Nomor 39/Pid.Sus/2025/PN Mtw [vide Bukti P-44 = Bukti PT-81].

Berdasarkan putusan a quo, terungkap fakta salah satu terpidana selaku pihak pemberi uang, yaitu Muhammad Al Gazali Rahman alias Deden merupakan bagian dari Tim Pemenangan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 sebagaimana tercantum dalam Surat Nomor: 021/TP-AGISAJA/IX/2024 tentang Pembentukan Tim Pemenangan Akhmad Gunadi Nadalsyah, S.E., B.A., dan Sastra Jaya (AGI SAJA) Calon Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Periode 2024 - 2029, tertanggal 11 September 2024 [vide Bukti P-12].

Fakta hukum tersebut, menurut MK, membuktikan ada hubungan struktural antara tim sukses dan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2.

Dalam peristiwa penggerebekan tersebut juga ditemukan daftar nama-nama penerima uang sebanyak 72 orang, di mana seluruhnya adalah nama-nama pemilih yang terdaftar dalam DPT pada TPS 01 Kelurahan Melayu di bawah koordinator "Tajali dan Wawan" [vide Bukti P-22].

Terkait dengan hal tersebut, saksi Lala Mariska menerangkan dari 72 daftar nama pemilih tersebut, baru 50 orang yang datang lalu keluar dengan membawa uang [vide Bukti P-22], sedangkan 22 orang sisanya belum datang.

Saksi juga menerangkan sebelumnya telah mendapatkan briefing terlebih dahulu untuk membagikan uang dan takjil yang dihadiri oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 yang akan dilakukan pada 12 titik lokasi yang berbeda [vide risalah sidang tanggal 8 Mei 2025, hlm. 60, hlm. 70, dan hlm. 167].

Fakta demikian, menurut MK, menunjukkan ada pembelian suara (vote buying) yang terkoordinasi secara terstruktur dan sistematis.

Politik uang paslon nomor 1

Selanjutnya berdasarkan rangkaian fakta hukum dalam persidangan, khususnya terhadap keterangan 2 orang saksi pihak terkait atas nama Edy Rakhman dan Maulana Husada yang menerangkan telah menerima sejumlah uang untuk memberikan suara kepada Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1.

Dalam persidangan tanggal 8 Mei 2025, saksi Edy Rakhman menerangkan pada tanggal 28 Februari 2025 telah menerima uang sebanyak Rp4.500.000 dari saudara Rusman untuk tiga orang (saksi, istri dan anak) dan menandatangani kertas tanda terima yang berisi daftar nama sekitar 20 orang.

Selanjutnya, pada tanggal 22 Maret 2025, saksi kembali menerima uang sebanyak Rp15.000.000 untuk tiga orang (saksi, istri dan anak) dari saudari Mardatilah atas arahan saudara Rusman dan ditambah dengan janji akan diberangkatkan umrah apabila Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 memenangkan pemilihan.

Selain itu, saksi Maulana Husada juga menerangkan telah menerima uang melalui transfer pada rekening di Bank Mandiri sebanyak Rp1.000.000 [vide Bukti PT-84] yang bukti transfer tersebut dikirimkan oleh saudara

Anton Permadi, yang berdasarkan Pengumuman KPU Kabupaten Barito Utara Nomor 544/PL.02.4-Pu/6205/2024 adalah bagian dari Tim Kampanye Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 [vide Bukti P-36], disertai dengan ajakan atau imbauan untuk memilih Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 melalui pesan WhatsApp [vide Bukti PT-74].

Meskipun ternyata saksi Maulana Husada tidak memiliki hak pilih pada TPS 04 Desa Malawaken, namun berdasarkan pengakuannya, uang tersebut diberikan kepada adiknya yang memiliki hak pilih di TPS 04 Desa Malawaken dan uang tersebut juga sudah diserahkan kepada adiknya tersebut [vide risalah sidang tanggal 8 Mei 2025, hlm. 113 sampai dengan hlm. 131 dan hlm. 182].

Oleh karena itu, terhadap hal tersebut MK meyakini dari keterangan dua orang saksi yang telah memberikan kesaksian di bawah sumpah merupakan alat bukti yang sah di persidangan, sekalipun terhadap saksi Maulana Husada, kuasa hukum pemohon menyatakan saksi tersebut tidak memilih hak pilih di TPS 04, Desa Malawaken.

Namun, sepanjang uang yang diterima oleh saksi dan penyerahan uang tersebut kepada adiknya untuk memilih Pasangan Calon Nomor Urut 1, pemohon tidak membantahnya dalam persidangan.

Selain itu, meskipun pemohon telah mengajukan surat pernyataan yang pada pokoknya berisi bantahan dari saudara Anton Permadi [vide Bukti P-30], tetapi MK tidak dapat meyakini validitasnya karena yang bersangkutan tidak dihadirkan dalam persidangan.

Dengan demikian, MK meyakini telah terdapat upaya untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 dengan cara membeli suara calon pemilih dan tidak terdapat bukti maupun fakta persidangan yang menunjukkan adanya upaya atau tindakan dari Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 untuk melakukan pencegahan atas praktik pembelian suara tersebut.

"Oleh karena itu, Mahkamah juga meyakini akan kebenaran adanya tindakan pembelian suara (vote buying) yang dilakukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 dengan pola yang hampir sama dengan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 untuk memenangkan PSU di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara," ucap hakim MK.

"Menimbang bahwa terhadap perbuatan money politics dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, kerangka hukum positif telah melarang dengan tegas adanya money politics dalam bentuk/modus apapun dalam setiap tahapan pemilihan kepala daerah, termasuk kampanye, masa tenang, serta pemungutan dan penghitungan suara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 73 dan Pasal 187A UU 10/2016," sambungnya.

Berdasarkan ketentuan di atas, terdapat dua mekanisme penyelesaian hukum terhadap perbuatan politik uang dalam pemilihan kepala daerah yang saling melengkapi, yaitu mekanisme perkara pidana dan administratif.

Dalam hal penyelesaian melalui mekanisme perkara pidana, berlaku sebagaimana tindak pidana lainnya, yaitu dimulai dari penyelidikan sampai dengan putusan pengadilan, dengan beberapa kekhususan terkait dengan jangka waktu penyelesaian, upaya hukum, dan adanya lembaga sentra penegakan hukum terpadu (Sentra Gakkumdu).

Sedangkan untuk penyelesaian melalui mekanisme administrasi, ketentuan Pasal 135A juncto Pasal 73 ayat (2) UU 10/2016 memberikan kewenangan khusus kepada Bawaslu Provinsi untuk menyelesaikannya.

Lebih lanjut, ketentuan Pasal 135A ayat (1) menentukan pelanggaran administrasi pemilihan terkait dengan politik uang tersebut adalah pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Berpijak pada ketentuan tersebut, kemudian secara lebih teknis, Pasal 15 ayat (3) huruf b angka 2 Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang Terjadi secara TSM (Perbawaslu 9/2020) mensyaratkan adanya bukti yang menunjukkan terjadinya pelanggaran di paling sedikit 50 persen kecamatan dalam satu kabupaten/kota.

"Menimbang bahwa dalam yurisprudensi Mahkamah terkait dengan pelanggaran money politics pada kontestasi pemilihan kepala daerah yang terbukti dan telah diputus sebelumnya oleh Mahkamah, instrumen yang digunakan Mahkamah dalam mengukur pelanggaran manipulasi suara pemilih akibat money politics, sekaligus untuk menentukan jenis treatment pemurnian suara di suatu pemilihan kepala daerah adalah dengan menggunakan parameter TSM," ucap hakim MK.

"Dalam perkembangannya, terdapat pilihan treatment yang diperintahkan oleh Mahkamah, yaitu melakukan diskualifikasi calon, atau dengan memerintahkan PSU dengan menggunakan pendekatan yang lebih kuantitatif, yaitu tergantung pada luasnya sebaran terbuktinya suatu pelanggaran money politics," lanjutnya.

Sumber : CNN Indonesia

Lebih baru Lebih lama