![]() |
Fesyen tahun 80-an kini kembali digandrungi anak muda. Foto-Istimewa |
SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA – Bahu tegas, warna mencolok, dan potongan serba longgar kini kembali merebut perhatian.
Gaya fesyen era 1980-an, yang dulu sempat ditinggalkan karena dianggap terlalu nyentrik, kini justru menjadi pilihan utama di kalangan milenial dan Gen Z yang haus ekspresi visual dan nostalgia.
Dari jalanan kota besar hingga unggahan di media sosial, tampak gaya-gaya retro berseliweran.
Blazer oversized, celana high-waist, sweater motif geometris, hingga sepatu sneakers bulkykembali mendominasi rak-rak butik daring dan gerai ritel fesyen ternama.
Yang berubah hanyalah konteksnya. Bila di era 80-an gaya ini menjadi simbol kebebasan dan ekspresi dari generasi MTV, kini fesyen retro hadir sebagai bentuk statement estetika digital—campuran antara nostalgia, eksperimentasi visual, dan keinginan tampil beda.
Platform seperti TikTok dan Instagram mempercepat kebangkitan tren ini. Tagar #80sFashion dan #RetroStyle dibanjiri video tutorial berpakaian dengan gaya power dressing, mom jeans, dan color block.
Anak-anak muda mengombinasikannya dengan gaya modern seperti streetwear dan Y2K, menciptakan tampilan baru yang berani dan ekspresif.
Sebagian memilih gaya ini karena keunikannya. Sebagian lain menjadikannya bentuk kritik halus atas gaya fesyen yang seragam dan cepat berganti di era fast fashion.
Mereka memilih menggali lemari lama milik orang tua atau berburu di toko-toko thrift, menciptakan kombinasi gaya yang personal dan otentik.
Tak hanya di jalanan, estetika 80-an juga merasuk ke panggung selebritas dan rumah mode internasional.
Rumah mode seperti Gucci, Balenciaga, hingga Saint Laurent kembali menghidupkan siluet bahu lebar dan pola cetak khas era disko.
Di Indonesia, tren ini juga terasa dalam rilisan koleksi desainer muda yang memadukan gaya vintage dengan sentuhan lokal.
Bagi Gen Z, yang lahir jauh setelah era 80-an berakhir, gaya ini bukan sekadar rujukan masa lalu.
Ia menjadi alat pencarian identitas—aesthetic rebellion di tengah banjir algoritma dan standar kecantikan digital.
Editor : Muhammad Robby