SUARAMILENIAL.ID, BANJARBARU – Ketua Tim Banjarbaru Hanyar, Muhammad Pazri, mendesak Majelis Hakim Pengadilan Tinggi membebaskan Syarifah Hayana dari seluruh dakwaan dalam perkara dugaan pelanggaran netralitas pemantau pemilu.
Pazri menilai tuduhan yang menjerat Ketua DPD Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan itu sebagai bentuk kriminalisasi terhadap aktivitas pemantauan demokrasi.
Kasus yang menimpa Syarifah bermula dari pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Banjarbaru pada 19 April 2024.
Ia dilaporkan karena diduga melanggar ketentuan sebagai pemantau pemilu, dan dijerat Pasal 128 huruf k Undang-Undang Pilkada.
Pasal tersebut mengatur larangan bagi lembaga pemantau melakukan kegiatan di luar ruang lingkup pemantauan pemilihan.
Namun, dalam konferensi pers yang digelar Kamis, 26 Juni 2025, Pazri menilai dakwaan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Ia menyebut tuntutan jaksa—pidana empat tahun penjara dan denda Rp36 juta—tidak proporsional dan mencederai prinsip keadilan.
“Semua yang dilakukan Syarifah, mulai dari merilis informasi ke media hingga menyampaikan temuan ke publik, merupakan bagian dari tugas pemantau pemilu,” kata Pazri.
“Perbuatan tersebut tidak melanggar hukum. Bahkan, ahli kami menyatakan hal serupa.”
Pazri menambahkan bahwa perkara yang menimpa Syarifah adalah satu-satunya kasus di Indonesia terkait pemantauan pemilu yang dibawa ke ranah pidana.
“Jika Syarifah dipidana, ini akan menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi dan kebebasan pemantauan pemilu di Indonesia,” ujarnya.
Pihaknya juga meminta majelis hakim menolak memori banding dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan memutus Syarifah bebas dari seluruh dakwaan.
Syarifah Hayana, yang kini menjalani proses banding di Pengadilan Negeri Banjarbaru, berharap majelis hakim memutus perkara dengan adil.
Ia menegaskan tidak merasa bersalah dan hanya menjalankan mandat sebagai pemantau pemilu secara profesional.
“Saya hanya menjalankan tugas. Pilkada sudah selesai, wali kota terpilih pun telah dilantik dan bekerja. Tapi saya masih harus menghadapi perkara ini. Saya mohon keadilan,” ujar Syarifah.
Reporter : Nurul Mufidah
Editor : Muhammad Robby