Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kalsel Capai 437, DP3A-KB Dorong Percepatan Desa Ramah Perempuan

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3A-KB) Provinsi Kalimantan Selatan mengintensifkan langkah pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO), melalui kegiatan sosialisasi dan percepatan pembentukan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DKR PPA). Foto-Dok Pemprov Kalsel

SUARAMILENIAL.ID, BANJARBARU — Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3A-KB) Provinsi Kalimantan Selatan mengintensifkan langkah pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO), melalui kegiatan sosialisasi dan percepatan pembentukan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DKR PPA).

Sosialisasi yang digelar di Banjarbaru, Kamis, 2 Oktober 2025, dibuka oleh Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Muhammad Pandu Aksana, mewakili Kepala DP3A-KB Kalsel, Husnul Hatimah.

Dalam sambutannya, Pandu menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan praktik perdagangan orang yang disebutnya masih menjadi persoalan serius di Kalimantan Selatan.

“Permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan perdagangan orang bukan hanya pelanggaran hak asasi manusia, tetapi juga ancaman serius bagi ketahanan keluarga dan pembangunan daerah. Pencegahan menjadi langkah kunci yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” ujar Pandu.

Angka Kekerasan Masih Tinggi

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) mencatat, sepanjang Januari hingga Agustus 2025 terdapat 437 kasus kekerasan dan TPPO di Kalimantan Selatan dengan 383 korban, terdiri atas 169 perempuan dan 286 anak-anak. 

Bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah kekerasan psikis, seksual, dan fisik.

Melihat tingginya angka tersebut, DP3A-KB mendorong percepatan pembentukan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak sebagai pendekatan berbasis masyarakat. 

Program ini diharapkan mampu menciptakan ruang aman sekaligus memberdayakan perempuan dan melindungi anak secara berkelanjutan.

Capaian Masih Rendah

Dari 2.016 desa di Kalimantan Selatan, saat ini baru 84 desa atau sekitar 3,7 persen yang berstatus DKR PPA. 

Pandu menyebut, capaian itu masih jauh dari target dan memerlukan akselerasi melalui kerja sama lintas sektor—mulai dari pemerintah daerah, lembaga masyarakat, hingga dunia usaha.

“Program DKR PPA bukan sekadar konsep, tetapi gerakan nyata membangun desa yang responsif gender dan ramah anak. Kami ingin memastikan perempuan memiliki akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang setara dalam pembangunan, serta anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan,” katanya.

Pembentukan DKR PPA juga menjadi bagian dari implementasi Perda Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta mendukung arah kebijakan nasional membangun Indonesia dari desa.

Ajak Semua Pihak Terlibat

Melalui kegiatan sosialisasi ini, DP3A-KB mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terlibat aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, serta mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

“Kami mengajak semua pihak—pemerintah daerah, tokoh masyarakat, organisasi perempuan, hingga media—untuk bergandengan tangan mewujudkan desa-desa ramah perempuan dan peduli anak. Dengan kolaborasi kuat, kita bisa menciptakan generasi yang sehat, cerdas, berakhlak, serta perempuan yang berdaya dan keluarga yang sejahtera,” ujar Pandu.

Editor : Muhammad Robby

Lebih baru Lebih lama