![]() |
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) bukan sekadar tumpukan kertas administrasi. Lebih dari itu, SAKIP adalah cerminan tanggung jawab konkret sebuah kementerian kepada rakyat. |
SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA – Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) bukan sekadar tumpukan kertas administrasi. Lebih dari itu, SAKIP adalah cerminan tanggung jawab konkret sebuah kementerian kepada rakyat. Hal ini ditegaskan oleh Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Dalu Agung Darmawan, dalam webinar bertema "Roadmap Menuju Predikat SAKIP A" yang digelar Selasa (01/07/2025).
Dalu Agung Darmawan menjelaskan, akuntabilitas tak melulu soal laporan penggunaan anggaran. “Kalau kita bicara SAKIP, maka kita sedang bicara akuntabilitas atas apa yang sudah dititipkan oleh rakyat kepada kementerian ini. Harus kita pertanggungjawabkan,” ujarnya. Ia mencontohkan, sebuah kantor yang diberi anggaran Rp4 miliar harus bisa menjawab: uangnya dipakai apa, buktinya seperti apa, dan apakah sesuai dengan yang direncanakan? Ini semua harus berbasis perencanaan yang jelas dan hasil yang terukur.
Menurut Irjen Kementerian ATR/BPN, keberhasilan SAKIP menuntut sinergi dari seluruh bagian organisasi. Ia mengibaratkan instansi pemerintah sebagai tubuh manusia, di mana semua organ harus bekerja bersama agar sistem berjalan optimal. “Kalau kita ingin SAKIP kita bagus, maka seluruh organ di kantor harus bergerak bersama, sesuai fungsinya masing-masing,” jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya integritas dan pemahaman menyeluruh terhadap tanggung jawab kinerja. "SAKIP itu adalah cara pemerintah merencanakan, melaksanakan, mengukur, dan melaporkan hasil kerjanya secara terbuka, terukur, dan bertanggung jawab kepada rakyat,” tegas Dalu Agung Darmawan.
Peran Pemimpin dan Komitmen Perubahan
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Pudji Prasetijanto Hadi, menyebut kunci meraih predikat SAKIP A terletak pada kepemimpinan yang aktif, hadir, dan bertanggung jawab di setiap lini organisasi. “Karena kalau tidak ada kebersamaan di antara kita, kemungkinan kecil SAKIP A bisa tercapai. Kita semuanya di sini memiliki tanggung jawab besar untuk bersama-sama mencapai itu,” tuturnya.
Bagi Pudji, pemimpin bukan sekadar pejabat struktural. Mereka harus menjadi figur teladan yang mampu membimbing dan mengawasi. Ketidakhadiran pemimpin dalam proses operasional, katanya, berisiko membuka celah bagi persoalan birokrasi. “Kalau seorang pemimpin hanya duduk di belakang meja saja, pasti akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Pengawasan itu adalah tugas utama seorang pemimpin,” tegas Sekjen Kementerian ATR/BPN.
Pudji juga menyoroti pentingnya komunikasi intensif antara pimpinan dan bawahan, serta dengan mitra eksternal. Banyak permasalahan hukum, menurutnya, terjadi karena lemahnya komunikasi dan kurangnya koordinasi.
Perubahan budaya kerja menuju SAKIP A, lanjut Pudji, harus dimulai dari niat dan komitmen pimpinan. Untuk itu, pihaknya bersama Inspektorat Jenderal tak segan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang tidak menunjukkan dukungan nyata terhadap agenda perbaikan ini. “Kalau tidak dipaksa, tidak ditekan, saya yakin tidak akan tercapai. Harus ada sanksi bagi yang tidak menunjukkan semangat,” tutup Sekjen Kementerian ATR/BPN.
Webinar yang diikuti sekitar 1.000 peserta, termasuk Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Kementerian ATR/BPN, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, serta jajaran di pusat maupun daerah, juga menghadirkan Inspektur Wilayah I, Arief Mulyawan, sebagai narasumber.