
Foto-Dok/CNN Indonesia
SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA —Hujatan warganet hampir membuat Hokky Caraka menyerah. Penyerang Persita Tangerang itu mengaku sempat berada di titik terendah dalam kariernya, bahkan nyaris memilih pensiun dini dari sepak bola.
Pemain kelahiran Gunungkidul, 21 Agustus 2004, mulai jadi sasaran kritik publik sejak Piala Dunia U-20 2023 batal digelar di Indonesia. Saat itu, Hokky yang tergabung dalam skuad Timnas Indonesia U-20 ikut menyuarakan kekecewaannya lewat media sosial.
Namun, keberanian bersuara justru berujung panjang. Sejak saat itu, tekanan tak hanya datang dari dalam lapangan, tapi juga dari tribun dan kolom komentar.
Sorakan negatif di stadion hingga hujatan di media sosial perlahan menggerus mental Hokky. Psikologisnya terganggu. Ia merasa menjadi sasaran empuk, seolah setiap kesalahan adalah alasan untuk dicaci.
Di titik paling rapuh, Hokky berada di persimpangan: berhenti atau bertahan. Dengan caranya sendiri—cara khas anak muda yang keras kepala tapi penuh harap—ia memilih tetap berjalan. Hokky menyadari, suara dari luar hanyalah kerikil di perjalanan, meski perihnya nyata.
Namun, badai belum reda. Usai kegagalan Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Hokky kembali jadi antagonis. Setiap kali bermain, hujatan seperti ritual yang tak pernah absen. Ia diam. Menahan. Tak kuasa melawan.
Jalan yang dipilih hanya satu: berlatih lebih keras. Dan kerja keras itu akhirnya terbayar lewat gol salto spektakuler saat Persita menghadapi Persik Kediri.
Pelatih Persita, Carlos Pena, menegaskan bahwa Hokky adalah pemain dengan etos kerja tinggi. Menurutnya, sang penyerang hanya perlu terus menjaga konsistensi dan tak cepat puas.
“Hokky bekerja keras di setiap kesempatan, meski tidak selalu mencetak gol. Dia juga sempat mencetak gol saat melawan Malut, tapi dianulir,” ujar Pena, dikutip dari laman resmi Persita.
“Dia pantas mencetak gol. Selama sepekan ini dia bekerja sangat keras. Meski tidak jadi starter, begitu masuk langsung memberi dampak,” tambah pelatih asal Spanyol tersebut.
Dari pengakuannya sendiri, Hokky tak menutupi luka yang ia rasakan. Ia sempat benar-benar frustrasi. Namun, satu hal menahannya untuk pergi: cinta pada sepak bola.
“Sebenarnya karena saya cinta sepak bola. Kalau tidak cinta, mungkin dari dulu sudah pensiun dini. Karena tidak kuat dengan hujatan, saya sempat ingin pensiun,” kata Hokky.
Mungkin Hokky cukup kuat untuk bertahan. Tapi tidak semua pemain muda punya daya tahan yang sama. Pertanyaannya, harus berapa banyak lagi talenta muda yang layu sebelum berkembang, hanya karena hujatan di media sosial?
Sumber : CNN Indonesia