Kabur Saat OTT, Kasi Datun Kejari HSU Akhirnya Menyerahkan Diri dan Ditahan KPK

 

Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Tri Taruna Fariadi, akhirnya resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah sempat kabur saat Operasi Tangkap Tangan (OTT).

SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA — Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Tri Taruna Fariadi, akhirnya resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah sempat kabur saat Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Tri Taruna menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih KPK pada Senin (22/12/2025) siang. Usai menjalani pemeriksaan intensif, penyidik langsung melakukan penahanan selama 20 hari pertama.

“Penahanan dilakukan sejak 22 Desember 2025 sampai 10 Januari 2026 dan ditempatkan di Gedung ACLC KPK C1,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis.

Mengenakan rompi oranye tahanan KPK bernomor 100, Tri Taruna tampak diborgol dan memilih irit bicara. Ia langsung digiring masuk ke mobil tahanan tanpa memberikan komentar terkait kasus yang menjeratnya.

Sebelumnya, Tri Taruna menjadi sorotan publik setelah diduga melawan petugas dan melarikan diri saat OTT pada 18 Desember 2025. Saat itu, KPK menyebut ia kabur dengan menabrakkan mobil ke arah petugas.

Namun, Tri Taruna membantah tudingan tersebut.

“Enggak pernah saya nabrak,” ujarnya singkat saat tiba di Gedung Merah Putih KPK.

Penyerahan diri Tri Taruna turut didampingi dua personel TNI serta petugas dari Kejaksaan Agung. Rombongan tiba sekitar pukul 12.50 WIB.

Kasus ini merupakan bagian dari dugaan pemerasan terhadap sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab HSU. Selain Tri Taruna, KPK juga menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Kasi Intelijen Asis Budianto sebagai tersangka.

Keduanya telah lebih dulu ditahan sejak 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026 di Rutan KPK.

KPK menduga Albertinus menerima aliran dana sedikitnya Rp804 juta sejak menjabat sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025. Uang tersebut diduga berasal dari praktik pemerasan terhadap sejumlah dinas, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas PU, dan RSUD setempat.

“Dalam kurun November–Desember 2025, APN diduga menerima uang melalui dua klaster perantara,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan f UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 64 KUHP.

Lebih baru Lebih lama