
Kawasan Jembatan Barito disulap menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Foto-Istimewa
Oleh : Muhammad Robby
Selama bertahun-tahun, pembangunan di Kabupaten Barito Kuala kerap dipersepsikan bertumpu di Marabahan sebagai ibu kota kabupaten.
Konsentrasi infrastruktur, kegiatan seremonial, hingga pusat layanan publik lebih sering hadir di wilayah tersebut.
Akibatnya, kawasan lain di Bumi Selidah seolah berada di pinggiran peta pembangunan.
Namun, di bawah kepemimpinan Bupati Barito Kuala H Bahrul Ilmi, pola itu mulai bergeser.
Arah pembangunan yang ditempuh tidak lagi semata berorientasi pusat, melainkan berupaya menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini kurang tersentuh.
Pemerataan pembangunan tak lagi menjadi jargon administratif, tetapi mulai hadir dalam wujud yang kasat mata.
Langkah terbaru yang patut dicatat adalah penataan kawasan di sekitar Jembatan Barito. Area yang sebelumnya terkesan tak terurus dan sekadar menjadi ruang antara kini disulap menjadi lokasi pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dan peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Barito Kuala.
Transformasi ruang ini bukan sekadar perubahan fisik, melainkan simbol perubahan cara pandang pemerintah daerah terhadap potensi wilayah pinggiran.
Kebijakan tersebut menghadirkan angin segar bagi masyarakat di kawasan Alalak, Anjir, Tamban, hingga Tabunganen.
Kehadiran kegiatan berskala kabupaten di wilayah mereka bukan hanya menggerakkan roda ekonomi lokal, tetapi juga menumbuhkan rasa memiliki dan kebanggaan sebagai bagian utuh dari Barito Kuala.
Ruang yang sebelumnya terabaikan kini menjadi titik temu sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
Sebagai putra asli Anjir Muara, saya merasakan langsung makna dari terobosan ini.
Hampir dua dekade tumbuh dan besar di Anjir Muara, saya nyaris tidak pernah merasakan atmosfer peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Barito Kuala secara nyata di wilayah sendiri.
![]() |
| Muhammad Robby. Foto-Istimewa |
Perayaan, hiruk-pikuk, dan semangat kebersamaan itu seakan selalu berada jauh dari jangkauan warga pesisir.
Karena itu, kebijakan menghadirkan kegiatan besar kabupaten di kawasan sekitar Jembatan Barito bukan hanya soal lokasi acara.
Ia menjadi penanda bahwa masyarakat pesisir Barito Kuala mulai dihadirkan dalam panggung pembangunan.
Bagi saya pribadi dan keluarga yang hingga kini bermukim di wilayah pesisir Batola, langkah ini menumbuhkan rasa bangga sekaligus harapan bahwa perhatian pemerintah daerah benar-benar menyentuh hingga ke tepian.
Lebih dari itu, pilihan lokasi kegiatan strategis mencerminkan keberpihakan pada pemerataan.
Pembangunan tidak lagi dimaknai sebatas beton dan aspal, melainkan juga distribusi perhatian, kesempatan, dan aktivitas publik.
Ketika wilayah non-ibu kota diberi ruang untuk menjadi pusat perhelatan, maka jarak psikologis antara pusat dan pinggiran perlahan menyempit.
Tentu, pemerataan pembangunan adalah proses panjang yang menuntut konsistensi. Namun, langkah-langkah awal yang ditempuh Bupati Bahrul Ilmi menunjukkan arah kebijakan yang patut diapresiasi.
Keberanian keluar dari pola lama dan menata wilayah yang selama ini luput dari sorotan menjadi penanda bahwa pembangunan di Bumi Selidah sedang diarahkan agar lebih adil dan inklusif.
Pada akhirnya, pembangunan yang merata bukan hanya soal di mana proyek dikerjakan, tetapi tentang siapa yang merasakan manfaatnya.
Jika semangat ini terus dijaga, Barito Kuala berpeluang tumbuh sebagai kabupaten yang tidak hanya maju di pusat, tetapi juga kuat dan hidup di seluruh penjuru wilayahnya.
Penulis merupakan putra asli Anjir Muara sekaligus Pimpinan Umum Media Online www.suaramilenial.id
